Jumat, 04 Maret 2016

M(ie) A(yam) H(unter) Journal : Mie Goreng bukan Instan dari Mekaton

Mie tidak dapat dipungkiri lagi merupakan salah satu makanan yang tak pernah absen meramaikan khasanah kuliner di Indonesia. Diyakini lahir pertama dari Tiongkok, mie merambah kemana-mana mengikuti orang-orang Tiongkok yang sukanya juga merantau kemana untuk mencari rezeki. Di Indonesia sendiri olahan mie bermacam-macam tergantung dari daerah dimana ia berasal. Salah satu yang sangat “merakyat” adalah mie ayam.

Ya, setelah cukup lama vakum nulis di blog ini karena inginnya focus skripsi namun apadaya takdir (niat) berkata lain, untuk itu diri ini akan mulai menulis kembali, dan kali ini tentang sesuatu yang diri ini sangat sukai yakni mie ayam.
Boleh dibilang mie ayam adalah makanan sejuta umat di tempat diri ini hidup, yakni di Bantul, salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta. Betapa tidak, menurut pengamatan yang kurang akademis selama 4 tahun terakhir, diri ini menyimpulkan bahwa mie ayam menjadi usaha yang banyak dilirik oleh sebagian masyarakat Bantul yang ingin memulai usaha, apalagi bagi mereka yang domisilinya di pinggir jalan di Bantul yang selalu dilewati kaum kaum proletar maupun pelajar dengan uang jajan mepet. Tak jarang, layaknya persaingan romantic Indomaret vs Alfamart dimana keduanya susah dipisahkan (jaraknya selalu berdekatan), mudah pula ditemui warung mie ayam beda merek yang jaraknya cuma 50 meter.

Tentu saja ini menyebabkan banyaknya varian rasa mie ayam di daerah diri ini tinggal yang menggoda untuk dicoba satu-satu. Namun setelah intro cukup panjang tersebut, diri ini akan memulai food blogging edisi perdana special mie ayam ini dengan mie yang berasal dari kabupaten “sebelah”, yakni Sleman. Lho kenapa Sleman? Karena tidak semua tindakan butuh alasan (?)
Namanya Mie Ayam Mekaton. Spesialis mie ayam goreng. Cukup banyaknya review positif mengenai mie ayam ini di internet membuat diri ini selaku Mie Ayam Hunter penasaran. Lokasinya sekitar 30 km dari Bantul, tepatnya silakan cek disini ( Lokasi Mie Ayam Mekaton) . Lokasinya berada di pinggir jalan jadi cukup mudah ditemukan (karena rame juga). Menurut beberapa review di internet, warung ini buka dari jam 09.00 / 10.00 WIB sampai habis (dan kelihatannya cepat habisnya.. hahaha). Jadi tentukan sendiri kapan sekiranya anda-anda sekalian ingin berkunjung.

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, mie ayam goreng adalah yang special disini yang otomatis menjadi primadona, meski mie ayam kuah juga disediakan. Warung ini dalam pandangan saya adalah “warung mie ayam sesungguhnya”, karena makanan yang dijual disini ya hanya mie ayam, tidak seperti warung mie ayam kebanyakan yang memadukan dengan bakso bahkan dimadu lagi dengan soto, bahkan ada pula yang sama sate :v. Tipe warung yang fokus (hanya jual mie ayam saja) biasanya mempunyai cita rasa yang khas dan kuat, sehingga memiliki pelanggan setia. Ambil contoh mie ayam Tumini (Giwangan) yang konon katanya mampu menjual 1000 mangkok sehari (catatan : terakhir diri ini kesana hanya jual mie ayam saja, entah bagaimana sekarang).

Saat datang pertama kali cukup kaget karena semua mja benar-benar penuh pelanggan. Sempat khawatir pula pelayanannya akan lama mengingat banyaknya pelanggan, namun ternyata hal tersebut tidak terjadi. Sekitar 6-7 pekerja yang ada di dapur menjadi alasannya. Agaknya warung ini sudah mengantisipasi jumlah pelanggan, hal ini jelas patut diapresiasi. Para pekerja pun mencatat dengan baik setiap pesanan (well tidak semua mie ayam “pinggir jalan” melakukan hal ini, kebanyakan memorizing) sehingga tidak ada yang terlewatkan.

Suasana Mie Ayam Mekaton yang penuh pengunjung



 Diri ini akhirnya memutuskan untuk memesan 1 mie ayam goreng dan air putih (salah satu trik saya untuk mengukur tingkat “kebaikan” suatu warung). Wujud mie ayam ini layaknya doktrinasi Indomie Goreng, bahwa mie goreng ya harus coklat kehitaman, pakai kecap hahaha. Tampilannya mirip seperti mie ayam goreng kebanyakan, mie, ayam, dan sayur hijau, serta taburan. Untuk mie yang dipakai adalah mie sedang-besar, potongan ayam dadu-kasar, sayur hijaunya berbeda yakni sawi putih, ketika kebanyakan menggunakan sawi hijau (kalian) dan taburannya bukan potongan daun bawang selayaknya mie ayam wonogiri tetapi bawang merah goreng dan bawang putih goreng. Perfect topping combination !. Baunya menjadi sangat harum, very good fist impression!. Pertama diri ini mencoba mienya. Manis gurih! Itulah rasa yang muncul ketika mengunyah mie nya. Untuk tekstur sendiri menurut lidah diri ini, 80 % aldente, kalau merebusnya agak lebih lama sedikit pasti akan pas. Ayam menjadi target selanjutnya, dan lagi, manis menjadi rasa yang muncul. Teksturnya pun empuk, oishi !. Untuk sawinya sendiri agak sedikit overcooked tapi tak apalah. Dan ketika memakan semuanya bersamaan, lidah mendapat rasa manis gurih namun tidak terlalu kuat. Ya bisa dikategorikan mie ayam goreng ini rasanya manis “ringan”. Perpaduan bawang merah-putih goreng memberikan aroma yang lezat !

Penampakan Mie Ayam Gorengnya


Untuk penunjang mie ayam, selayaknya yang lain, anda akan menemui sambal, kecap, saos, dan kerupuk. Juga ada ceker dan kepala ayam pula disini. Namun diri ini hanya mencoba sambal dan kecapnya saja. Sambalnya sendiri adalah sambal matang dengan cukup banyak minyak,dan ketika dicicipi, lagi-lagi rasa manis yang saya dapat, meskipun setelah itu muncul sensasi pedasnya. Dimakan bersamaan dengan mie membuat cita rasa baru yang tidak terlalu merusak rasa mie meski bumbu mie terasa “ringan”. Akan tetapi memang, minyak sambalnya membuat lidah kurang nyaman. Lalu untuk kecapnya sendiri, diri ini berpendapat inilah rahasia rasa dari mie ayam goreng Mekaton. Kecapnya kental, berarti tidak ditambah air (beberapa warung menambahkan air ke kecap agar kuantitasnya bertambah dan dengan kata lain, irit). Rasa kecap pun hampir mirip dengan rasa manis gurih pada mie ayam. Jadi bagi anda yang suka manis dan merasa rasa manis mie kurang nendang,kecap ini adalah solusinya !

Sambal Pedas Manis yang menjadi pelengkap

Selesai makan, uang yang harus dikeluarkan untuk mie ayam goreng + air putih adalah Rp.9.500, dengan rincian mie ayam goreng Rp.9.000 dan air putih Rp.500. Untuk menu lain yakni mie ayam kuah harganya sama Rp. 9.000 dan minuman (teh/jeruk) 2.000. Parkir motor Rp. 1000. Cukup murah memang, meski tidak dapat dipungkiri popularitasnya membuat harganya berada sedikit diatas kisaran normal (biasanya mie ayam goreng Rp. 8.000).

Setelah mencoba dan merasakan sendiri keunggulan yang banyak ditulis oleh reviewer lain, ada beberapa poin yang diri ini rasa menjadi titik lemah. Pertama adalah jumlah ayamnya. Jika dibandingkan dengan warung lain, di Bantul terutama, jumlah ayamnya sedikit. Tidak heran mengingat popularitasnya membuat si pemilik warung berusaha mendapat keuntungan lebih dengan modal sedikit. Akan tetapi hal ini ditutupi dengan rasa yang memuaskan. Kedua, kebersihan tempat. Ini menjadi problema umum kebanyakan mie ayam pinggir jalan. Banyak lalat yang ditemui ketika diri ini makan di tempat tersebut. Tentu harapannya kedepan bisa bebas lalat layaknya Pringsewu hahaha. Ketiga adalah minyak sambalnya. Pada kasus sambal matang tidak dapat dipungkiri bahwa minyak adalah key ingredient-nya. Namun jumlahnya yang cukup banyak membuat tekstur mie yang sudah kering menjadi klomoh (berminyak-jawa).


Yups, time for scoring dan nilai untuk Mie Ayam Mekaton adalah 85 !! Recommended bingits ! Apalagi bagi kalian yang menyukai rasa manis, mie satu ini pantas jadi acuan !