Kamis, 05 Juni 2014

Mencoba Menyoal Bimbel

Halo semua, masih bersemangat menghadapi hidup yang dipenuhi foto-foto, iklan maupun debat-debat mengenai capres dimana-mana? Semoga tetap semangat dan sabar menghadapi semua.. muehehehe...

Bosan dengan hiruk pikuk capres beserta seribu kampanye-kampanye nyeleneh dan aneh baik di sosmed maupun media massa, saya mencoba menulis, curhat juga mungkin, terkait satu hal yang ya pasti dikenal siapapun...

Sebelum hiruk pikuk capres yang cuma 5 tahunan, tiap tahun kita disajikan info-info tentang Ujian Nasional, mulai dari sarapan bersama hingga keberadaannya yang selalu membawa masalah lama maupun baru tiap tahunnya. Mulai dari paketnya yang ngalahin paket di McD sampai teknik kecurangan yang makin asik dibuat semacam film konspirasi.. hahaha... Tekanan UN seolah begitu besar dan begitu penting, menyangkut hidup mati, harkat, martabat dan kerabat sehingga segala cara dihalalkan agar lolos darinya.

Tapi cara-cara lain yang halal juga dilaksanakan demi mensukseskan UN, di level individu tentunya, dengan menambah materi, pemahaman maupun jam belajar dengan mengikuti bimbingan belajar (bimbel). Tak hanya saat UN saja bimbel diikuti, tapi menjelang Ujian (Nasional maupun masuk PTN) memang biasanya ada program-program khusus, intensif, demi melenggangkan putra-putri anda menuju kesuksesan.

Sebagai seorang pelajar, dua kali saya mengalami UN (SMP dan SMA) dan sekali ujian masuk PTN. Yang mainstream adalah, baik saat SMP maupun SMA banyak dari teman-teman saya mengikuti salah satu bimbel yang ada di Jogja. Dikenal sebagai kota pelajar, tak hanya banyak sekolahan maupun perguruan tinggi saja, jumlah bimbel di Jogja juga tidak sedikit. Paling tidak ada The Big Four  yang (menurut saya) selama ini dipilih yakni Primagama, SSC Intersolusi, Neutron dan Ganesha Operation. Meski sebenarnya ada juga bimbel yang lain tapi yang di parkirannya banyak motor biasanya keempat bimbel itu. hehe..

Layaknya orang tua lain, orang tua saya juga menawari apakah tertarik ikut bimbel atau tidak. Waktu SMP kelas 9, menjelang ujian, saya berfikir buat apa ikut bimbel lha wong materi nya saja gampang-gampang kok sebenarnya (sombong). Toh di sekolahan juga sudah ada les tambahan. Tetapi karena tertarik ingin tahu rasanya belajar di bimbel, akhirnya saya coba ikut namun hanya pada semester 2. Saya akhirnya memilih Primagama dan ya saya rasa bedanya cuma belajar pake AC dan tidak pakai seragam saja.

3 tahun berselang, tawaran yang sama datang. Apalagi SMA tidak cuma UN saja ada pula SNMPTN tulis (diriku waktu itu ga masuk undangan :P), jadi beban "sepertinya" lebih berat. Namun kali ini tawaran saya tolak bukan karena materinya gampang (SMA mah nyebelin materinya) tapi karena pemikiran kenapa harus buang-buang duit demi bimbel? Sebegitu tidak mampunyakah sekolah menyediakan pendidikan untuk menghadapi itu semua? Atau apakah saya benar-benar sebodoh itu sehingga harus menyia-nyiakan duit orang tua untuk memperkaya para pemilik bimbel itu? (huahahaha)

Yang menggelitik selanjutnya mengapa banyak sekali teman-teman saya yang ikut bimbel? Mengapa bimbel seolah menjadi senjata ampuh ketika ujian tiba? Mengapa teman-teman tampaknya lebih senang membawa modul bimbel daripada buku pelajaran? Mengapa cara-cara bimbel lebih disukai Padahal banyak diantara mereka yang lebih pintar dari saya. Pertanyaan-pertanyaan tidak penting ini justru lebih menarik untuk saya telaah dan jawab daripada pertanyaan mau kuliah dimana. Bahkan setelah kuliah beberapa tahun pertanyaan itu masih menggelitik.

Beberapa waktu yang lalu, saya membaca twit-twit dari Kreshna Aditya (@kreshna) pendiri @bincangedukasi, salah satu pemerhati pendidikan Indonesia. Beliau menuliskan tentang bagaimana pendidikan di Korea Selatan, yang dikenal sebagai salah satu yang terbaik, "dikuasai" oleh bimbel-bimbelnya. Di Korea, pelajarnya dikenal sangat intens sekali belajar. Sangat jarang sepertinya bagi mereka untuk bebas bermain-main layaknya pelajar Indonesia. Di sana bimbel yang dikenal dengan Hagwon dianggap salah satu solusi terbaik untuk membuat anak menjadi pintar. Kepercayaan terhadap bimbel bahkan melebihi sekolah. Tingkat kepintaran anak seolah bisa dilihat dari bimbel mana yang diambil. Ada salah satu Hagwon yang sangat diminati (aku lupa namanya) dan dianggap sebagai yang terbaik. Tentunya biaya untuk menerima bimbingan mereka mahal harganya.

Lalu apakah hal itu terjadi di sini di Indonesia? atau simpelnya di Jogja, tempat saya berada? Kenyataan kita lihat banyak diantara teman-teman atau adek-adek kita yang orang tuanya rela merogoh kocek lebih dalam untuk bimbel. Memang tidak salah, memang ada diantara kita yang memang membutuhkan bimbel tetapi mari dipertimbangkan lagi. Banyak yang mengecam biaya sekolah mahal, buku-buku pelajaran mahal, "peralatan" sekolah mahal tapi kalau memasukkan anaknya ke bimbel menurut saya anda mengkhianati kecaman anda. Kapitalisme pendidikan tidak hanya di sekolah, tapi nyata terlihat pada bimbel. Untuk mengikuti program bimbel jelas harus membayar. Katakanlah rata-rata bimbel yang punya menetapkan tarif 2 juta, misal yang ikut kelas ada 20 orang total uang sudah 40 juta, belum jika ada 3 kelas misalnya menjadi 120 juta. Jika itu didapat dalam 1 tahun, dalam tiga tahun saja sudah hampir setengah miliar. Sebuah bisnis menggiurkan. Sebuah bisnis yang membawa pendidikan di dalamnya.

Memang bimbel memberikan lapangan pekerjaan, namun melihat keuntungan yang begitu besar bukan tidak mungkin yang terjadi di Korea akan terjadi di Indonesia. Namun perbedaannya, jika di Korea pelajarnya dikenal studyholic (tergila-gila akan belajar?) di Indonesia pelajarnya dikenal baru gerak kalau ada apa-apa. Baru mulai intens kalau mau ada ulangan, baru cari catatan sana-sini kalau mau ujian, baru mencari bimbel di kelas 12 kalau mau masuk perguruan tinggi yang diinginkan. Kecenderungan peserta bimbel adalah pelajar-pelajar yang galau akan ujian nasional maupun PTN. Meski saya tidak punya datanya tapi bisa dilihat bahwa banyak program yang ditawarkan, yang spesial spesial pakai telor terutama, terkait dengan UN maupun SNMPTN atau apapun lah namanya yang terus berganti layaknya anak alay yang ganti-ganti PP.

Hal yang wajarkah ini? sebagai orang yang percaya bahwa pendidikan ini milik semua dan tidak pantas diuangkan saya katakan tidak. Ada yag salah disini. Lebih tepatnya fenomena bimbel yang saya paparkan adalah buah dari ada kesalahan pendidikan di negara kita. Teringat stand up Pandji Pragiwaksono "Mesakke Bangsaku" yang menyinggung tentang standarisasi pendidikan. Inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa bimbel akhirnya diagung-agungkan. Standarisasi, yang diterapkan dengan mengadakan UN membuat pelajar mau tidak mau harus mencapainya. Kembali ke paragraf awal ada yang menggunakan cara buruk ada juga yang baik. Yang "baik" ini bisa saja masuk ke bimbel. Baik saya tandai karena ada indikasi serupa dengan yang terjadi di Korea. Kepercayaan terhadap sekolah memudar, padahal sebenarnya dari pihak sekolah sendiri juga sudah mengadakan les tambahan, yang menyita waktu bermain dan bereksplorasi para pelajarnya. Padahal dari yang saya alami, les tambahan dari sekolah sudah sangat cukup untuk membantu sukses UN. Menambah dengan bimbel hanya akan menambah otak dengan racun-racun karena semakin berkurangnya waktu rehat dan belajar dari luar kelas atau sekolah. Kembali ke stand up Pandji, diceritakan bahwa di Finlandia sekolah memberikan waktu belajar dalam kelas yang lebih sedikit dan lebih membebaskan pelajarnya untuk belajar hal-hal di luar kelas. Yang perlu digaris bawahi disini Finlandia adalah negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia.

Standarisasi juga memberikan tekanan kepada banyak pelajar. Bagi mereka yang mentalnya belum kuat bisa mengikis kepercayaan diri mereka, bahwa sebenarnya mereka bisa. Ini menjadi celah bagi bimbel dengan iklan-iklannya yang memberikan jalan terang bahwa mereka bisa memberikan keberhasilan dalam waktu singkat. Sistem UN juga menginginkan pelajarnya untuk berhasil dalam ujian yang singkat, hanya seminggu. Memikirkan tentang PTN pun biasanya pas kelas 12 saja, singkat. Klop ! Sama-sama singkat ! Akibatnya bimbel menjadi semacam encouragement bagi pelajar yang sebenarnya bisa tanpa harus mengeluarkan uang untuk bimbingan.

Tradisi belajar kelompok, yang sebenarnya lebih murah bahkan gratis, sayangnya mulai berkurang. Teman yang pintar justru dijadikan sumber contekan. Memang tidak semua tetapi tidak jarang kasus seperti itu kita temui di media, atau malah kita alami sendiri. Belajar kelompok, atau mentoring antar teman merupakan perwujudan bimbel yang sebenarnya, yang gratis, menurut saya menjadi salah satu cara efektif untuk menghadapi ujian semacam UN. Cukuplah uang kalian dibelikan untuk membeli soal-soal atau malah cukup download di internet atau minta pada guru, atau minta soal pada teman kalian yang terpaksanya ikut bimbel. :v Atau mungkin cara yang dilakukan almarhum guru Fisika saya sewaktu SMA dulu bisa dilaksanakan. Beliau menawarkan pada kami selaku muridnya, konsultasi materi pelajaran, semacam bimbingan belajar, yang dilaksanakan di rumah beliau. Saya tidak pernah mengikutinya tapi seingat saya ini gratis. Banyak diantara teman-teman saya yang datang ke rumah beliau walaupun sudah ikut bimbel berbayar (nah loh). Pendidikan seperti inilah yang menurut saya pantas ditiru, pendidikan yang tidak mementingkan dibayar atau tidak.

Panjang lebar saya bicara, sudah tentu ada yang setuju atau tidak. Tidak masalah tetapi yang ingin saya sampaikan adalah tetap percayalah pada diri sendiri, tak perlu keluarkan uang sia-sia demi mencapai sesuatu yang sebenarnya teman-teman bisa capai dengan gratis. Banyak jawara-jawara kelas semasa sekolah saya dulu yang tidak ikut bimbel. Kalau mereka bisa kenapa tidak? Saya yakin jawara-jawara kelas yang teman-teman kenal juga mau membantu anda, jika anda kesulitan, jadi kenapa harus ke bimbel? Dengan bertanya kepada teman bukankah itu juga membantu teman anda untuk evaluasi diri? Simbiosis mutualisme kan? Pikirkan kembali sebelum masuk bimbel, uang orang tuamu lebih baik untuk hal yang lain bukan? :)





Jumat, 16 Mei 2014

Ini salah satu tugas kuliah : MASA DEPAN INDUSTRI HIBURAN KOREA SELATAN DI DUNIA: SAMPAI KAPAN BERTAHAN ?

Sekali  kali ngepos yang rada serius ah, tugas kuliah... hahaha... ini opini lhoooo..

Sudah menjadi fenomena yang banyak diketahui dan dibahas oleh khalayak umum bahwa industri hiburan Korea Selatan menjadi salah satu yang paling mendapat perhatian di dunia saat ini. Banyak pengamat mengatakan perkembangan dimulai dari booming-nya drama Korea di Tiongkok yang kemudian berlanjut di negara tetangga lain yakni Jepang bahkan hingga Asia Tenggara. Bahkan di Eropa dan Amerika pun juga tertarik. Kemudian berkembang pula salah satu industri yang sangat digemari oleh masyarakat dunia adalah musik Korea(terutama musik pop) , atau yang lebih dikenal dengan K-pop. Melalui penyanyi-penyanyinya, baik yang solo maupun grup (boy/girlband), lagu-lagu Korea mulai mendapat tempat dalam chart-chart musik dunia. Contohnya adalah girlband Wonder Girls’ melalui lagu Nobody pada tahun 2009 berhasil masuk 100 besar chart Billboard.[1] Selanjutnya produk-produk hiburan lain pun berkembang mengikuti langkah kedua industri diatas.
            Melihat bagaimana berkembangnya industri hiburan Korea sekarang ini tidak akan bisa lepas dari sejarah masa lalu. Memang pada masa lalu, terutama di era militer, industri yang diutamakan adalah manufaktur, namun bukan berarti hiburan tidak mendapat hiburan. Pemerintahan militer melakukan rekstriksi terhadap media dan hiburan asing serta mendorong media domestik untuk mengembangkan produk-produknya. Setelah era militer, industri hiburan tidak hanya semakin memperkuat diri di rumah sendiri, namun juga diperluas ke negara tetangga dan kemudian menyebar ke dunia hingga sekarang. Pertanyaannya, akan sampai kapan industri hiburan Korea Selatan ini bertahan di internasional ?
            Jelas bukan pertanyaan yang mudah dijawab. Perlu melihat dari segala sisi untuk menganalisis lamanya masa hidup industri hiburan Korea di dunia. Namun paling tidak ada 3 hal yang bisa kita lihat, yang selama ini menentukan kesuksesan industri ini, yaitu : konsumen, pemerintah, dan infrastruktur pendukung. 
            Jika kita ingin menjual suatu produk sudah pasti kita harus mencari konsumen. Banyak sedikitnya konsumen akan menentukan kelangsungan produk tersebut. Industri hiburan Korea mempunyai konsumen yang sangat menjanjikan. Untuk konsumen domestik sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Di luar negeri, konsumen utama banyak berasal dari Asia Timur dan Asia Tenggara, dan cukup mendapat tempat juga di benua Eropa dan Amerika. Secara jumlah mungkin tidak besar, namun segmen yang dituju memberikan potensi yang berbeda. Ya, kawula muda merupakan segmen yang paling banyak menjadi konsumen dari industri hiburan Korea. Apa yang ditawarkan para remaja pecinta K-pop dan produk-produk lain adalah kecintaan mereka yang tinggi, dan terkadang berlebih sampai fanatik. Mari kita lihat contoh berikut ini : 1. Dari Korea Selatan, salah satu boyband yang sedang naik daun, EXO, akan mengadakan konser tunggal pada akhir Mei nanti. Tiket dijual pada 16 April lalu dan menciptakan rekor yang mencengangkan, karena habis dalam waktu 1,47 detik, luar biasa.[2] 2. Di Indonesia, tahun lalu dikunjung salah satu girlband papan atas Korea Selatan, yakni Girls’ Generation (SNSD), yang akan mengadakan konser bertajuk World Tour. Hampir sama dengan EXO, beberapa kategori tiket habis dalam waktu hanya 5 menit. [3] Dari dua contoh diatas dapat kita lihat betapa luar biasanya fans-fans dari para artis Korea. Tak hanya konser, banyak diantara mereka yang membeli merchandise, CD ataupun barang-barang lain yang terkait dengan idola mereka. Pendapatan yang diperoleh jelas mampu menyokong industri hiburan untuk terus mengembangkan usahanya.
            Selanjutnya adalah pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya. Baik secara langsung maupun tidak, banyak kebijakan dibuat untuk menyokong industri hiburan Korea. Era Kim Dae-jung menjadi salah satu pemerintahan yang menancapkan tonggak penting dalam perkembangan industri tersebut. Presiden Kim membuat banyak kebijakan-kebijakan untuk memajukan budaya Korea karena setelah krisis, dibutuhkan alternatif baru untuk kembali membangkitkan ekonomi yang sudah terpuruk. Pengembangan Kementrian Kebudayaan, fasilitasi arus modal, membentuk organisasi-organisasi khusus untuk mendukung penyebaran budaya merupakan beberapa contoh kebijakan yang dibuat oleh Presiden Kim. Selain itu pemerintah memberikan subsidi-subsidi ke beberapa industri hiburan. Misalnya saja subsidi ke ekspo-ekspo maupun konser musik bekerja sama dengan entertaintment agencies lokal seperti SM Entertaintment, Star Kingdom, dan Cube Entertaintment. [4] Pemerintah juga membantu mempermudah sistem distribusi melalui organisasi pendukung tadi, seperti misalnya Korea Record Center Network (KRCNet) yang merupakan investasi gabungan pemerintah dengan 15 studio rekaman.[5]
            Terakhir adalah infrastruktur pendukung, yang sebenarnya berkaitan erat dengan pemerintah karena mereka juga yang membuatnya. Salah satu infrastruktur yang mendukung industri hiburan Korea adalah internet. Seperti yang sudah banyak diketahui, internet Korea Selatan adalah yang tercepat koneksinya di dunia. Masyarakat mereka pun sangat melek terhadap teknologi karena dianggap akan sangat menunjang pendidikan. Hebatnya internet Korea tidak lepas dari rencana besar pemerintah yang memang juga ingin memajukan industri teknologi informasi. Dimulai dari sebelum krisis yakni 1996, setahap demi setahap Korea mulai memajukan internet melalui memajukan internet melalui Cyber Korea 21, e-Korea Vision 2006, Broadband IT Korea Vision dan U-Korea Master Plan , dengan sasaran menciptakan lingkungan yang berbasis teknologi informasi, baik masyarakat maupun pemerintah, sekaligus mampu menyediakan akses internet yang terjangkau dan cepat. Industri hiburan pun mendapatkan keuntungan dengan adanya basis internet yang cepat. Musik misalnya menempatkan produknya sebagai konten-konten dalam beberapa situs terkenal di dunia maya, sehingga mempermudah akses orang yang tidak bisa melihatnya melalui media lain seperti televisi. Youtube, situs penyedia video menjadi lahan bagi musik K-pop. Ingat PSY? Melalui 2 video klip musiknya, dia memecahkan rekor-rekor di Youtube. Mengalahkan penyanyi-penyanyi dari Barat yang selalu menjadi idola, video “Gangnam Style” menjadi video pertama di dunia yang ditonton oleh 1 miliar pengakses situs Youtube.[6] Rekor lain yang diciptakan video ini adalah menjadi video yang paling banyak disukai dengan jumlah sekitar 2 juta yang mengklik “Like”.[7] Tak hanya itu, selama 31 minggu berada di chart dunia Billboard, lagu ini mampu mencapai posisi 2.[8] Sungguh pencapaian yang fantastis. Video klip selanjutnya, “Gentleman” berhasil mencatat rekor sebagai video dengan penonton terbanyak selama 24 jam setelah pertama kali diunggah dengan 38 juta penonton.[9] Di chart Billboard, peringkatnya tidak sebagus “Gangnam Style” karena hanya berada di peringkat 5.[10] Namun industri yang benar-benar didukung karena cepatnya internet ini adalah industri game online. Korea Selatan memang dikenal sebagai rajanya game online. Wajar dengan cepatnya internet, mempermudah para pengembang game untuk menciptakan game-game baru. Laporan yang ditulis oleh KOCCA (Korean Creative Content Agency) pada 2013, memperlihatkan bahwa ekspor untuk game online pada tahun 2012 saja sudah mencapai 2,4 triliun dollar Amerika.[11] DFC Intelligence, salah satu lembaga yang mengamati perkembangan teknologi hiburan, memperkirakan bahwa di 2016 nanti, industri game online Korea akan meledak hingga mencapai pendapatan lebih dari 5 triliun dollar Amerika.[12] Sebuah peningkatan yang luar biasa hanya dalam waktu 4 tahun saja dan jumlah tersebut jelas bukan jumlah yang sedikit.
           Bisa dilihat bagaimana 3 hal tersebut menjadi penyokong yang kuat bagi menyebarnya industri hiburan Korea. Kehilangan satu saja akan membuat industri ini goyah. Kehilangan semuanya sangat mungkin berarti bahwa saat itulah industri hiburan Korea akan sulit bertahan di dunia. Barat masih menjadi kompetitor yang kuat, negara tetangga seperti Jepang dan Tiongkok pun tidak bisa dianggap remeh. Bagaimana industri ini mampu menjaga 3 elemen diatas agar selalu mendukungya, akan menjadi kunci penting untuk menjawab sampai berapa lama akan bertahan dalam industri hiburan dunia.




[1] Doobo Shim, “Waxing the Korean Wave”, 2011, hal. 15

[2]Tiket Konser EXO Habis Terjual Tak Sampai 2 Detik” diakses dari http://www.kpopchart.net/2014/04/tiket-konser-exo-habis-terjual-tak.html pad tanggal 10 Mei 2014

[3][News] Hanya Dalam Waktu 5 Menit, Tiket Konser Girls' Generation di Jakarta Habis Terjual” diakses dari
http://www.kpopchart.net/2013/08/news-hanya-dalam-waktu-5-menit-tiket.html#axzz31PQ8bCTk pada tanggal 11 Mei 2014
[4] MCST Korea Selatan dalam tulisan Seung-Ho Kwon & Joseph Kim, “The cultural industry policies of the Korean government and the Korean Wave”, 2013 hal 12
[5] Ibid

[6]“Gangnam Style capai rekor satu miliar” diakses dari http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2012/12/121222_ganganmstyle_capai_1miliar.shtml pada tanggal 11 Mei 2014

[7] “Gangnam Style Pecahkan Rekor Dunia Guinness” diakses dari http://www.tempo.co/read/news/2012/09/24/112431473/Gangnam-Style-Pecahkan-Rekor-Dunia-Guinness pada tanggal 10 Mei 2014
[8] Chart history artist PSY, diakes dari http://www.billboard.com/artist/277142/psy/chart pada 11 Mei 2014
[9] Deliusno,”Psy kembali pecahkan rekor” diakses dari http://tekno.kompas.com/read/2013/04/23/11530121/Psy.Kembali.Pecahkan.Rekor.YouTube pada tanggal 11 Mei 2014
[10] Chart history artist PSY, diakes dari http://www.billboard.com/artist/277142/psy/chart pada 11 Mei 2014
[11] KOCCA,”Guide to Korean Games Industry and Culture, White Paper on Korean Games”, 2013, hal 7
[12] Ben Strauss, “ Korean games market projected to hit $5 billion by 2016” diakes dari http://www.gamesindustry.biz/articles/2012-04-26-korean-games-market-projected-to-hit-USD5-billion-by-2016-say-analysts pada tanggal 10 Mei 2013

Y(uk) K(asih) S(aran) #2

Wohohoho.. sudah 3 bulan ternyata, waktu yang saya rasa akan membuat acara dengan singkatan diatas berakhir, nyatanya? Jamnya malah dimajukan dan ya, masih sama sajalah.....

Matikan televisi, sebuah hal yang tepat dilakukan ketika konten televisi sekarang yang ya, kalian tahu sendiri lah, kalau dibilang busuk terlalu kejam juga ya, kita pake istilah "menjamah kelas menengah ke bawah" atau "kelas C" (malah lebih busuk?)

Mungkin beberapa diantara kalian sudah ada yang membaca tentang 10 sinetron yang menurut KPI tidak layak tonton ? (jika belum silakan lihat di link ini : https://id.berita.yahoo.com/kpi-10-sinetron-ini-tak-layak-tonton-081847047.html ). Nah sebenarnya itu mewakili hampir (atau memang) semua konten sinetron di Indonesia (huft sedih). Belum lagi tontonan lain macem YKS masih hidup, dan beberapa acara remake yang ya, masih saja dikemas dengan cara lama untuk membuat orang menjadi "kaya" sesaat..

Nah nah kembali lagi ke paragraf awal, setelah mengetahui kenyataan ini semua, masihkah layak nonton televisi Indonesia? Ya bagi masyarakat kelas menengah ke bawah (atau ke bawah lebih banyaknya) televisi menjadi salah satu hiburan yang paling mudah di akses. Lalu bagi oang yang merasa menengah ke atas, yang merasa terdidik apa harus nonton televisi Indonesia ? Bagi beberapa orang mungkin lebih memilih menonton tayangan asing, tapi bagi saya, siapapun yang merasa terdidik dan peduli harus tetap mau menonton televisi Indonesia.

Sekedar menonton? tentu tidak. Jadilah pengamat. Amatilah apa yang ada di tayangan televisi kita yang mungkin hina. Amatilah sehingga kita tahu apa yang salah, apa yang tidak mendidik, apa yang sekiranya kurang pas bagi masyarakat dan tentunya generasi masa depan, adek-adek kita. Memang ada KPI yang mengawasi tapi menurut saya konsumen tetap memegang peranan penting dalam media. Sebagai konsumen harus cerdas, dan konsumen yang baik tidak hanya memedulikan dirinya sendiri, apalagi sesuatu yang dikonsumsi ini berpengaruh terhadap otak banyak orang. Ibarat orang berdagang, orang bisa menjual sesuatu yang memang benar-benar dibutuhkan konsumen, atau orang membuat konsumen seolah menginginkan barang yang mereka jual, yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Lalu kalau televisi Indonesia yang mana? Bisa jadi keduanya. Namun dari keduanya konsumen memegang peran penting. Yang pertama, kelangsungan suatu acara yang dibutuhkan bisa berakhir karena yang membutuhkan sudah tak ada (meskipun ini tergantung pemilik medianya juga). Yang kedua, nah ini konsumennya harus pintar-pintar, mau di"permainkan" televisinya atau menjadi yang mempermainkan televisi (wesyeet). Ini memang susah, tapi bisa saja konsumen menguasai televisi dengan menentukan apa yang ingin mereka lihat.

Caranya bagaimana, ya pertama beli TV dulu lalu nonton televisi jakarta yang mengudara nasional, lalu kasih lah kritik dan saran. Ini simple, tapi penting lho. Apalagi kalau kritik dan sarannya bejibun udah gitu diomong-omongin di socmed. Wah pasti bakal berdampak banyak. Ingat kasus sinetron jiplak di ercetei yang sempat rame bahkan dari Koreanya mau dateng? ya more or less itu salah satu bentuk saran. Tapi kan di setiap acara ada "kotak" kritik dan saran. Nah manfaatkanlah itu. Meski kadang tidak diguburis, jangan menyerah dengan kepedulian kalian. :)

Cara yang lain? beli medianya.. buahahahaha.. :v ya dimulai dari me-literasi orang sekitar kita, bagaimana seharusnya sikap kita terhadap media. Hal yang paling mudah dimulai dari lingkup keluarga. Tidak perlu juga sampai melarang anak melihat televisi karena itu haknya. Temanilah ketika ada simbol (BO) di tayangan itu. Alihkan ke hal-hal lain jika ada simbol (D), atau jika anak memaksa beri pengertian. Lalu kalau ga da simbolnya? Ya ditemani lah dan dijelaskan itu konten maksudnya bagaimana, cocok tidak untuk dia, berikan alasan yang bisa diterima dan tidak ambigu serta mistik (eh).
Apa yang diutarakan adalah cara menjadi konsumen (untuk televisi penonton tepatnya) yang pintar. Simple sih makanya diterapkan ya.. hehehe.. Ya mungkin tulisan diatas juga simple dan mungkin kurang memuaskan, tapi intinya tetaplah tonton televisi Indonesia karena kalau bukan kalian yang peduli, siapa lagi? kalau bukan kalian yang akan mengubah siapa lagi? :)

Jumat, 21 Februari 2014

Y(uk) K(asih) S(aran) #1

Dari judul diatas kalo huruf dalam kurung dihilangkan tentunya mengingatkan kita semua pada salah satu program televisi yang booming. Ga cuma karena joget-jogetannya yang banyak ditiru masyarakat maupun stasiun televisi lain, kontroversi juga banyak bermunculan dari acara tersebut. Sampai ada petisi juga buat menghentikan itu acara melalui sosmed tapi tak tahu bagaimana nasibnya sekarang.

Ya ya, YKS memang menjadi suatu fenomena suatu acara stasiun televisi yang cukup menyita perhatian. Belum ngecek berapa ratingnya, tapi tak usah dicek pun kita semua tahu kalau ratingnya tinggi. Dan setiap rating tinggi ada konsekuensinya.. haha... Oleh banyak kalangan masyarakat, ya mari katakan yang peduli, atau mungkin annoyed terhadap acara ini, mengkritik bahwa singkatnya YKS tidak mendidik. Mengapa? Yang sudah nonton bisa jadi sudah menerka..

(Ngutip kata-kata andalannya Butet Kertaradjasa di Sentilan Sentilun) Menurut analisis saya, ga mendidik ya emang ga mendidik. Tapi tapi dan tapi YKS ini kan memang acara hiburan, jadi kalo unsur mendidik ya sedikit ya wajar. Bukan mendidik atau tidaknya yang menurut saya kurang tepat tapi ada beberapa aspek yang membuat acara ini miris. (Yang jelas saya ga akan bahas jogetan dan materi guyonan, udah banyak yang bahas kayake.... hha)

Pertama, DURASII LAAAAH!! Ini acara tayang jam berapa saya juga ga apal sebenere... tapi kalo pas tengah malem nonton tivi, pas pindah ke Trans TV ini acara masih nongol aja... Menurut ngana ?!!!! Ini acara rapat DPR apa sampe 2 jam lebih??? Siapaaa pula yang tahan nonton segitu lamaaa ? (mungkin ada -__-a)
Tak etislah menurutku sebuah acara hiburan lama-lama. Ya kalau film mah wajar tapi film yang lebih dari 3 jam aja dibikin 2 part, yakali YKS dipikin part-part emang sekuel Harpot.. :v. Durasi yang lama ini menutup kemungkinan buat acara-acara lain yang harusnya bisa lebih dimanfaatkan Trans TV untuk membuat acara untuk cooling down. Ya ibarat olahraga, masak abis capek-capek joget langsung tidur? Yakali.
Kasihan juga pengisi acara dan kru-nya... :(

Kedua, yang tadi disebutin diatas, pengisi acara nya (bisa artis atau masyarakat biasa yang ikut2an nongol buat games-games yang aku ga ngerti maksudnya apa). Dari artisnya saja, ini punya beberapa dampak. Pertama, kasihan juga gak sih sama artisnya. Ini dalam seminggu katakanlah satu artis dijatah 4 kali (atau kayaknya lebih), sekali tayang durasinya 3 jam. Disana "disiksa". Mulai dari fisik melalui gamesnya. Beberapa games yang pernah sekelebat kulihat kayaknya cuma membuat artisnya tersiksa. Dari games ini pula ada sedikit (atau cukup banyak kali yak) unsur humiliation (mempermalukan orang). Yang hipnotis hipnotis itu, dulu kayake sempat ditegur di televisi lain kenapa sekarang nongol pada diem ajaaa.. :| Ngerjain sih emang boleh sekali-kali tapi kalo tiap hari jadi males juga liatnya. Nah siksaan tadi bisa masuk siksaan batin (menurutku, ga tau artisnya ngrasain apa kagak). Siksaan lain juga humornya yang kayaknya jadi susah berkembang. Gitu gitu aja. Punchline sama lagi ga ada variasi. Lama-lama humornya garing dan yang tertawa udah pasti karena sesuatu hal yang lain. Dampak lain yang nyebelin adalah artis yang nongol di acara ini juga nongol di televisi lain. Otomatis ga cuma acara-acara televisi yang monoton, artisnya juga kagaaaak beda sama sekaliii... ( -____________-)

Nah yag miris lagi dari pengisi acara saya saksikan beberapa hari lalu yang bikin saya mencak-mencak sementara di twitter. Ada anak-anak yang diajakin games!! Ya mungkin bagi beberapa orang ga masalah, tapi bagi gueh itu problem. Kenapa? YKS tayang malam (diatas jam 7) dan kurang baik bagi anak-anak, balita apalagi, "maen" di tivi trus ditanyain hal-hal yang ga jelas sama MC nya. C'mon jam maen maennya anak-anak itu ya pagi agak siangan sampe siang agak sorean. Malem-malem mah istirahat aja, dirumah, ngobrol-ngobrol dan bercanda tawa sama ortunya. Ini juga miris sama ortunya yang malah ngajak anaknya kesitu. :(

Sebelumya malah pernah liat ada ustad juga di YKS... ( -___-) well sempet mikir ini acara mau dibikin es campur kali ya unsur apa-apa dimasukin. Tapi malah jadi aneh ga sih. Seperti kata dosen-dosenku, fokus pada satu topik itu lebih baik. Kalo niatnya hiburan ya udah hiburan aja. Jangan malah dicampur adukkan, ntar malah campur aduk kagak enak. Niatnya biar ada yang mendidik tapi fail !

Miris ya? atau biasa aja? YKS hanyalah segelintir cerita dari kemirisan media televisi Indonesia. Mungkin yang saya sampaikan diatas hanya sebagian kecil karena saya juga hanya mengamatinya sepotong-sepotong (maleees lah nonton 3 jaaam non stop). Banyak diantara pembaca sekalian yang entah nonton YKS atau tidak juga sedikit merasakan betapa media kita mungkin hanya memuaskan rating dan pemiliknya saja. Lalu apa yang harus kita lakukan? Ada beberapa teman yang nongol di sosmed bilang "Matikan Televisimu!" Terus udah gitu aja?
Tunggu lanjutannya di Y(uk) K(asih) S(aran) #2 (sekuel ceritanya :3)

Minggu, 05 Januari 2014

Judulnya : Buanglah Sampah Pada Tempatnya

Judulnya keren ye, atau copas? atau udah biasa? biasa kali ya karena pagar-pagar dijalanan tak henti-henti mengatakan "buanglah sampah pada tempatnya", "jangan buang sampah sembarangan", atau lebih kece lagi sampah dibagi menjadi kelas-kelas tertentu *wesyeh. Trus disini mau bahas sampah gitu? Iya kali, baik sampah yang sampah dan sampah yang mungkin bukan sampah *opo to.


Semua ini berawal ketika negara Api (hah bosen), berawal dari keprihatinan melihat banyaknya warga Indonesia yang sering ga peduli sama sampah yang dihasilkannya. Mari ngomongin sampah dari bentuk "nyata". Di tahun baru ni ye, mau taon berapa aje kalo ente liat berita pasti ada "tempat perayaan malam pergantian tahun dipenuhi sampah". Di Jakarta aja misalnya, diberitakan sampah naik sampai 100 ton dalam semalam ! Gile ga tuh?! Ya tok bayangke wae kui le ngresiki piye..

Tapi tapi tapi, kalau "sampah" yang bentuk tadi, ada yang bersihin, tau juga sebenarnya harus dibuang dimana, dan si pembuang sampah juga sebenarnya sadar kalau itu sampah. Tapi ada bentuk lain yang sebenarnya pengen tak bahas disini.

Di tahun 2013 kemarin, sering kali dengar, baca, liat istilah "myampah", especially di sosial media macam twitter, facebook dan saingan-saingannya. Yup, "nyampah" di sini ga jauh dari pengertian dari menulis sesuatu yang mungkin urgensinya sedikit, atau sekedar buang waktu atau  menuh-menuhin timeline (ada lagi pengertian yg lain?). Kalau dikembaliin ke pengertian "sampah" menurut KBBI versi online (yah pake sitasi deh), sampah adalah barang atau apapun yg dibuang karena tidak terpakai lagi, pengertian lain sampah itu adalah sesuatu yang hina. Haduh?!!

Nah nah nah, kalau namanya sampah kembali ke judul diatas, buanglah pada tempatnya !! Masalahnya, "nyampah" atau "tulisan yang dianggap sampah" ini dibuang mana? Setau saya tempat sampah ya adanya yang organik, non organik dan macem-macemnya itu. Sebelumnya juga perlu dikaji lagi, istilah "nyampah" ini bener ga sih? apa bener yang ditulis itu sesuatu yang tak dipakai lagi lalu dibuang? apakah tulisan itu bener-bener hina? Jawab ini dulu ya...

Yang mungkin bersedia baca ini tulisan pernah lihat Sponge Bob? Ada dalam satu episode nya, ketika Mr Krab jualan sampah yang ada di dekat rumahnya dan diklaim sebagai barang unik, si narator mengatakan kurang lebih seperti ini " Sampah bagi seseorang adalah harta karun bagi orang lain". Nice quote menurutku, dan kenyataannya memang benar. Dan tulisan "nyampah" bisa jadi juga seperti itu. Ya mungkin saja tulisan tadi hanya "buangan" or specially "luapan hati" "curhat" atau apalah. Mungkin saja hina, tapi sehina apapun tulisan bisa jadi emas di mata orang lain. Bisa jadi sesuatu yang dimanfaatkan, bagi dirinya atau sebenarnya bagi si penulis sendiri. Sering kali "nyampah" ini diabaikan begitu saja oleh penulisnya, padahal jika lebih ditelaah lagi, harusnya kita juga melakukan treatment tulisan sampah layaknya kita mengatur sampah "nyarta".

Treatment?maksudnya? ya tulisan "sampah " tadi jangan asal buang, jangan asal tulis, proyeksi kan buat hal-hal yang nantinya menguntungkan (hidup rasionalitas!! haha). Menjawab dulu pertayaan mau dibuang kemana "sampah" ini? Ga ada tempat e. Akibatnya kita buang sembarangan, di sosmed, di forum, di blog dan sesobi sobinya. Nah treatment awal sih buat dulu "tempat sampah (nyampahnya)". Gunanya? jelas biar ga ngotori dan enak dipandang. Jangan kan sampah "nyata", tulisan "nyampah" kalau buang sembarangan juga ngotorin dan ga sedap dipandang. Menurutku sih difokuskan ke salah satu akun aja, entah twitter atau blog. Manfaat selanjutnya, "pemulung" yang nanti nyari "tulisan sampah" mu juga gampang nyarinya. Ingat sampah bisa jadi harta orang lain kan? Jangan kira tulisan kita sesampah apapun ga ada yg baca ada yg butuh. INGAT, SECRET ADMIRER ATAUPUN HATERS MESTHI KEPO TULISAN KITA.. hahaha... Nah ada baiknya untuk membantu mereka menunaikan "hak" mereka, kita buat tempat sampah khusus.. hehe.. :D

Selanjutnya adalah memilah "sampah" tadi. Senyampah-nyampahnya tulisan kalian pasti ada "mutu"nya juga (dan aja yang enggak). Nah itu dipisah-pisah, entah disimpen dalam folder atau buat notes tertentu. Tujuannya? kalau kedepannya jiwa kalian untuk menulis muincul atau pun ingin nostalgia gimana sih jaman-jaman dulu nyampah bisa dilihat. Guna lain juga ketika tau-tau kalian bisa jadi saingan Raditya Dika jadi penulis, "sampah" tadi kan bisa membalik jadi harta karun. :D

Pemilahan juga penting untuk menimbun "sampah organik" dari tulisan kalian. Sampah jenis ini kan bisa jadi kompos, buat jadi pupuk, yang akan membantu pemikiran mu, terutuama dalam hal menulis. Setiap manusia pasti menulis, sederhana apapun itu. Dan dari tulisan ini kita bisa membentuk, mengkonstruksi serta memperkaya dan mengembangkan ide. Makin banyak "sampah organik" artinya banyak referensi-referensi dari pemikiran kita sebelumnya yang merupakan sampah yang akan menjadi nutrisi bagi pemikiran kita di masa depan nanti.







Yup mungkin itu hanyalah sedikit "nyampah" dari daku terhadap "nyampah" yang lain. Dan blog ini pun tujuannya juga buat "nyampah" juga.. :v . Tapi sampahku adalah hartaku, sampahku adalah duniaku. Sampahku sekarang mungkin hina sekarang tapi kedepannya adalah humor, pelajaran dan kritikan yang bisa jadi sebuah tulisan yang dibayar mahal. hahaha. Mengutip kata-kata John Carter, carilah tujuanmu, jatuh cintalah, dan tulislah buku. Jadi mari "nyampah" dan buanglah pada tempatnya !