(sumber gambar : http://www.updatedulu.com/wp-content/uploads/2014/11/Lagu-Opening-Mahabharata.jpg)
Kalian tahu kenapa di era 90-an dan awal 2000-an, acara-acara kartun, anime dan drama-drama luar negeri banyak mengisi televisi swasta Jakarta dibanding sekarang? Alasannya simpel, saat itu televisi swasta baru saja berkembang karena belum lama berdiri, dan uang yang mereka miliki belum cukup untuk memproduksi acara sendiri demi memenuhi sekitar 20 jam waktu tayang. Nah "membeli" tayangan dari luar negeri, yang sudah "lapuk" alias tayangnya sudah lama di negara asalnya, lebih murah dibanding memproduksi acara sendiri.
Nah, televisi swasta berkembang begitu pesat dari segi ekonominya, terutama karena sokongan iklan begitu kuat. Karena itu, mereka mampu memproduksi sendiri acara mereka, terlepas dari kualitasnya yang masih banyak yang kurang. Akibatnya televisi mulai mengurangi acara dari luar dan mengedepankan produk dalam negeri. Di sisi lain,kita pun akan semakin lama melihat iklan dibanding durasi acaranya sendiri.
Tetapi tentunya acara dari luar negeri masih dipakai, terutama yang menghadirkan keuntungan. Namun sekarang roda kembali berputar, yakni ada upaya untuk "menghidupkan" kembali cara lama. Mungkin karena banyak yang menulis di internet tentang "enaknya/bagusnya acara televisi 90-an" dilihat sebagai peluang. Nah cara ini jelas merupakan suatu ajang taruhan sebenarnya, namun ternyata kenyataannya cukup sukses dengan sedikit perubahan. ANTV misalnya menghadirkan kembali nuansa India/Bollywood, yang dulu sempat jaya pula di TPI. Tidak sekedar menghadirkan serial televisinya, ANTV berani menghadirkan langsung ke tanah air pemeran dari serial Mahabarata, yang begitu booming dan menjadikan stasiun televisi milik keluarga Bakrie ini sebagai pesaing yang tak bisa dianggap remeh lagi oleh grup MNC. Shaheer Sheikh dan kawan-kawan menjelma menjadi artis baru yang dielu-elu, bahkan oleh anak-anak SD,"menyaingi" artis nasional.
Di sisi lain sebelum ANTV mendobrak melalui Mahabarata, sebelumnya juga ada upaya dari Indosiar dengan menayangkan drama Korea yang terkenal, yakni "Full House". Dan berhasil. Full House muncul ketika televisi-televisi mulai punya dana untuk memproduksi sinetron sendiri sebenarnya, setelah ada upaya meninggalkan drama-drama India dan Mandarin. Akan tetapi seingat saya, belum ada saingan bagi Indosiar saat itu (benarkan kalau salah). Nah, RCTI, yang menjadi "Rajanya Opera Sabun" setelah Indosiar "lengser" pasca Tersanjung berakhir, juga melirik drama Korea. "Boys Before Flower", saudara dari "Meteor Garden" akhirnya sukses pula. Belum lama tren ini kembali dipakai RCTI nyatanya masih tetap sukses.
Dari daratan Asia Timur lain, yakni Mandarin (Taiwan maupun Tiongkok, meski kebanyakan Taiwan), juga pernah meramaikan jagad drama di televisi swasta kita. Namun sekarang, drama Mandarin agaknya kurang dilirik.
Jauh meninggalkan Asia, dari Amerika Latin kita kenal Telenovela. Untuk telenovela saya anggap cukup komplit. Maksudnya telenovela yang ditayangkan tidak hanya untuk remaja maupun dewasa saja, tetapi juga untuk anak-anak. Masih ingat Rosalinda, Betty La Fea, Amigos, Carita de Angel? Nah yang cukup mengejutkan adalah kemarin siang menjelang sore, ketika iseng pindah saluran ke RCTI (padahal biasanya nonton acara "sehat"nya Trans 7). RCTI mencoba menghadirkan kembali telenovela. Saya tidak tahu apa judulnya, yang jelas ini memperlihatkan upaya televisi ini untuk bertaruh, kembali ke era lama, mungkin juga meniru keberanian ANTV. Padahal pada jam-jam tersebut, RCTI biasanya menayangkan FTV yang saya kira, sudah mendapat tempat di hati remaja-remaja putri yang baru pulang sekolah. Atau bisa saja, ini adalah cara RCTI untuk menghindari persaingan langsung dengan SCTV, yang dengan Kadek Devi-nya tak henti menayangkan FTV dengan judul nyleneh namun ending sama.
Kembali lagi ke Asia, inilah yang banyak dirindukan oleh mereka yang menyebut diri "manusia 90-an", Anime. Saya sendiri juga termasuk ke dalamnya sebenarnya. (mueehehehe). Anime, tidak seperti acara asing yang sudah saya sebutkan, akan cukup sulit kembali ke kejayaannya di televisi swasta Jakarta. Kenapa? Anime lebih menjamah penonton anak-anak atau remaja. Ini berbeda dengan drama yang ditonton juga oleh ibu-ibu. Sedangkan anak-anak atau remaja, kemungkinan besar lebih memilih mengakses anime melalui internet, karena lebih up-to-date. Cukup mustahil bagi televisi kita untuk membeli anime yang baru tayang di Jepang sana. Nah untuk drama, bagi remaja memang mereka biasa mengakses via internet, tetapi bagi ibu-ibu saya yakin sebagian besar masih menikmati tayangan drama lewat televisi. Alasan lain adalah adanya upaya untuk memajukan animasi dari dalam negeri. Mungkin ini dipicu juga dengan suksesnya "Upin Ipin" maupun "BoboiBoy" yang merupakan produk dari negara tetangga, Malaysia. Agar tak kalah, tentunya animator kita harus diberi ruang untuk menampilkan karyanya. Slot waktu yang biasanya untuk anime pun, digunakan untuk produk lokal.
Terlepas dari apakah acara asing ini baik atau tidak, yang jelas acara asing sering dianggap lebih baik dibanding produk dalam negeri. Ini harusnya menjadi acuan agar televisi swasta mampu menciptakan acara yang tidak sekedar cari rating. Ya meskipun ini sulit, saya rasa masih ada sedikit kepedulian dari pemilik maupun pengelola media televisi Jakarta untuk memberikan tayangan edukatif. Boleh dibilang selama jam 13.30 hingga jam 15.00 Trans 7 masih menghasilkan Unyil dkk, harapan itu selalu ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar